Cari Blog Ini

Minggu, 06 Januari 2013

IPK Besar Belum Tentu Pintar

IPK atau indeks prestasi kumulatif, sebenarnya sama dengan raport di masa sekolah. Bisa dijadikan tolak ukur bagi mahasiswa dalam kegiatan belajarnya di kampus.

Tapi, apakah IPK mampu merefleksikan kemampuan seseorang yang sebenarnya?

Belum tentu. Kenapa? IPK tidak bisa dijadikan indikator keberhasilan seorang mahasiswa dalam kegiatan belajarnya. Memang ada beberapa mahasiswa yang memang pantas dan mampu untuk memperolehnya, tapi tidak semuanya. Banyak faktor yang mempengaruhi IPK tersebut.
Pertama, Objektivitas Dosen. Dosen berperan penting disini. Terkadang ada dosen yang mampu secara cermat menilai mahasiswanya, tapi ada juga yang tidak. Ada dosen yang menilai seseorang dari keaktifannya di kelas, ada yang dari faktor kenal terhadap mahasiswa tersebut, ada yang melihat dari tulisannya (baca trit sebelumnya), ataupun ada yang "menembak lurus" nilai mahasiswanya. Seharusnya dosen mampu menilai mahasiswanya dengan teliti dan cermat, lalu disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa saat ujian. Karena kebanyakan orang bilang, kuliah beda dengan sekolah, kuliah kalau mau dapat nilai bagus, tinggal bagaimana caranya kita bisa "mendapatkan" hati dosen, sehingga tidak perlu terlalu repot dalam ujian.
Kedua, Kejujuran Mahasiswa. Mahasiswa sekarang sepertinya terlalu (baca: sangat) terpaku dengan nilai, sehingga menghalalkan berbagai macam cara untuk memperolehnya. Dari mencontek, ngepek, ataupun cara-cara lainnya. Kasihan kan dengan mahasiswa yang jujur, yang sudah susah payah belajar, tapi nilainya masih kalah dengan yang curang.
Ketiga, Pola Pikir Mahasiswa. Seperti poin kedua, mahasiswa sekarang kuliah hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus, sehingga bisa bekerja di tempat yang diinginkan. Sebenarnya ini tidak terlalu salah, tapi menurut saya alangkah baiknya jika mahasiswa bukan mengejar nilai, tapi ilmunya. Kita harus mampu memahami dan mengerti, sehingga bisa diimplementasikan nantinya, bukan hanya hafal pada saat ujian tanpa mengerti apa yang kita baca. Toh kalau kita sudah mampu memahaminya, pasti nilai yang baik akan ikut dengan sendirinya.
Keempat, Sistem. Sistem yang berlaku sekarang terasa sangat mengekang. Banyak perusahaan (atau bahkan secara keseluruhan), hanya menjadikan IPK sebagai "kunci" untuk bekerja di perusahaannya. Hal ini membuat mahasiswa semakin tertekan dan terjadilah point kedua.

Keempat faktor tersebut semakin menguatkan fakta bahwa IPK tidak selamanya menjamin kualitas seseorang. Jadi bagi kalian yang IPK-nya sedikit kurang, janganlah berputus asa. Kehidupan kalian masih panjang. IPK bukanlah penentu kesuksesan seseorang. Apalagi bagi kalian yang mendapatkan IPK dengan cara yang jujur, saya salut sekali. Karena IPK itu berguna bagi kita sendiri untuk mengukur kemampuan kita. Kalau yang diukur "kemampuan bersama", apa gunanya?
Sedikit cerita saya dulu pernah mendapat peringkat 4 kelas karena mencontek dari teman saya. Apa saya bangga? Apa saya puas? TIDAK. Saya merasa amat bersalah dan hina, karena saya tahu itu bukan nilai saya, itu bukan kemampuan saya, apa yang harus dibanggakan.
Jadi intinya, nilai/IPK seseorang itu tidaklah selalu mempresentasikan seseorang seutuhnya. Itu hanyalah sebuah tolak ukur seseorang, yang sebenarnya hanya dia dan Tuhan yang tahu apakah itu kemampuan dia atau bukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar