Cari Blog Ini

Kamis, 02 Oktober 2014

Media, Koalisi, dan Indonesia

Sudah lama gak ngeblog lagi, kali ini saya mencoba membahas kondisi politik Indonesia sekarang (seperti pakar hebat saja). Saya ingin mengupas kondisi sekarang dari perspektif mahasiswa teknik yang sangat hijau dalam dunia perpolitikan (hahaha)

Kalo ngomongin politik itu kayaknya gak ada matinya. Setiap hari ada saja bahan baru untuk dirumuskan, diperdebatkan, dan dirusuhkan. Gak ada habisnya hal untuk diurusin, dari yang gak penting banget sampe yang katanya penting. Tapi saya cuma mau fokus pada iklim koalisi dewasa ini.

Seperti kita tahu, semenjak pemilihan presiden kemarin, Indonesia dibelah menjadi dua kubu, Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. Koalisi ini sendiri menunjukkan betapa cairnya politik itu. Lihat Pilpres 2009, saat PDIP dan Gerindra sedang mesra-mesranya, atau lihat saat Pilkada Jakarta kemarin, dua parpol ini bahu-membahu dalam memenangkan calonnya. Tapi sekarang, ya bisa dilihat mereka "saling bunuh", mencoba menjatuhkan satu sama lain seakan masa-masa indah itu tidak pernah ada.

Sebenarnya saya tidak terlalu mempedulikan dua koalisi ini, mereka mau ngapain terserah lah. Tapi semakin lama persaingan dua koalisi ini cukup mengganggu saya terutama dalam kebutuhan informasi. Seperti diketahui kedua koalisi ini memiliki partai pendukung yang untungnya memiliki media "massa" masing-masing. Koalisi Prabowo dengan TV One dan ANTV-nya, dan Koalisi Jokowi dengan Metro TV-nya.

Katanya sih TV itu media massa, tapi yang terlihat sekarang TV itu media koalisi deh. Kedua pihak terlibat dalam perang media secara sengit. Kalau ada anggota salah satu koalisi yang "berulah", pasti media lawan akan menghakimi habis-habisan sementara media kawan dengan "bijak" mencoba mengalihkan isu sambil mencari peluang "counter-attack". Kalau ada perbedaan pendapat antar dua koalisi, pasti tiap media akan mencari orang-orang yang katanya ahli dan profesional (katanya) untuk diundang ke media mereka, dan mencoba menggalang dukungan terhadap pendapatnya. Tidak jarang mereka akan menanyangkan wawancara eksklusif maupun program yang berdurasi berjam-jam hanya untuk membuktikan bahwa mereka yang benar dan paling benar bahkan terkesan Tuhan pun tidak bisa menyalahkan mereka.

Keadaan media sekarang ini membuat netralitas mereka dipertanyakan. Untuk bacaan bisa dilihat artikel Independensi Pers ini. Biarpun sebenarnya tidak ada UU yang secara tegas mengatur bahwa media massa harus independen, tapi secara nama saja, bisa dilihat, MEDIA MASSA, bukan media parpol atau media koalisi atau media lainnya. Massa disini jelas menunjukkan orang banyak, penduduk, semua golongan masyarakat, bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Tapi apa daya, kalau Bos sudah bilang A, ya harus dikatakan A walaupun dari hati nurani para jurnalis tahu bahwa itu bukanlah yang benar menurutnya. Peduli amat sama hati nurani, kalau sampai dipecat, bisa hati nurani ngasih makan?. Mungkin itu dilema dari kuli tinta sekarang ini, mengikuti apa yang menurutnya benar atau mengikuti apa yang bisa menghidupi dia.

Apa yang saya takutkan adalah akan terjadi perpecahan yang semakin besar dari masyarakat Indonesia ini. Setiap hari kami disuapi oleh informasi "titipan" di media "massa". Selain itu keadaan seperti ini akan sangat memudahkan masyarakat untuk digiring oleh sang media, dan akhirnya jadi budak media yang menganggap media A atau media B tidak mungkin salah, dan apa yang diberitakan sudah sangat sesuai fakta dan keadaan di lapangan. Mungkin kita perlu mendengar lagunya Greenday, American Idiot, sebagai pembelajaran bahwa orang Amerika saja yang katanya terdidik dan pintar sekarang sudah dengan mudahnya dikontrol oleh media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar